Description
Sebagian ulama tidak membolehkan wanita untuk melakukan tasarruf pada akad nikahnya sendiri maupun wanita yang berada dalam perwaliannya. Sebagian yang lain membolehkannya pada wanita tertentu, dan ada juga yang memperbolehkan secara mutlak tanpa memberi persyaratan tertentu. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan nas baik al-Qur’an maupun hadis yang membicarakan persoalan tersebut.
Ulama yang membolehkan wanita untuk menjadi wali nikah berdalil dengan keumuman ayat-ayat al-Qur’an dan hadis serta menolak hadis spesifik yang diajukan ulama yang melarang. Demikian juga halnya ulama yang melarang berdalil dengan ayat-ayat umum dan hadis, di samping sebuah hadis khusus yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Kebalikan dari ulama di atas mereka menjadikan hadis khusus ini sebagai dalil yang bias menguatkan argument mereka.
Studi terhadap hadis yang dipakai para ulama telah menyingkap bahwa tidak ada hadis shahih yang melarang wanita untuk menjadi wali nikah dan tidak ada juga hadis yang secara jelas untuk membolehkannya. Maka persoalan ini merupakan masalah khilafiyah yang akan terus berbeda karena keumuman nas yang membahas persoalan tersebut, dan member peluang untuk diinterpretasi.
Hadis-hadis yang bersifat umum terbukti mempunyai kualitas shahih, walaupun dari segi kwantitas perawinya dinilai gharib. Sedangkan hadis spesifik tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum karena tidak memnuhi kriteria keshahihan sanad hadis karena bertentangan dengan hadis lain yang kwalitas perawinya lebih terpercaya (thiqah). Dengan demikian persoalan ini masih terbuka untuk terus dikembangkan pemhamannya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.