Description
Buku Ini merupakan kajian dharma bakti sosok ulama di Sagi XXII, Sagi XXV dan Sagi XXVI kepada Aceh pasca perang frontal dengan belanda 1873- 1905. Mereka layak dikatakan ulama, karena mempunyia empat karakteristik: Pertama, ‘aabit, taat melakukan ‘ibaadah. Kedua, zaahid , hidup dalam kesederhanaan materi. Ketiga, ‘aalim, mengetahui pengatahuan luas. Keempat, fakiih, mengatahui pengatahuan kemasyarakatan. Keempat, berkarakter mulia. Karakteristik dimaksud melekat pada sosok ulama yang sedang kami uraikannya dalam buku ini.
Di Sagi XXII, Sagi XXV dan Sagi XXVI sebelum perang terjadi antara Tentara Kesultanan Aceh Darusllam dan Konigklijk Netherlands.Indie Leger (KNIL) tahun 19873-1905 penanaman karakter bagi aneuk meudagang, tidak hanya dengan pengenalan unsur kognitif secara tuntas, akan tetapi ditunjang oleh unsur affektif. Makanya setiap liburan Ramadhan mereka dididik kesucian batin selama waktu tertentu. Melalui keseimbangan ini akan mewujutkan sikap psikomotor positif. Sikap ini menurut Imam al-Ghazali merupakan akhlak mulia. Sementara itu pergelaran pengabdian masyarakat di setiap bulan Ramadhan merupakan wahana kepedulian mereka terhadap lingkungan. Inilah sasaran utama pendidikan dayah untuk menanamkan karakter ulama bagi generasi umat.
Pascaperang Aceh (Belanda: Atjeh Orloog), muncul generasi aneuk meudagang baru di Sagi XXII Mukim, Sagi XXV Mukim dan Sagi XXVI Mukim. Mereka belajar pada ulama Aceh yang sempat hirah ke semenanjung Melayu dan Mekkah. Saat itu, ulama yang ada di Aceh Besar terbunuh atau hijrah ke Pidie untuk memimpin perang semesta.
Sejarah mencatat bahwa al-Madrasah al- Irsyadiah al- Diniyah dan al-Madrasah al-Shauliyah al-Diniyyah Mekkah mempunyai peranan penting bagi pengkaderan ulama Sagi XII Mukim, Sagi XXV Mukim dan Sagi XXVI Mukim, hatta ulama Pidie. Lembaga pendidikan terakhir ini tidak terkontaminasi dengan ajaran wahabi. Hingga kini Pemerintah Arab Saudi menghormati eksistensinya seperti pemerintah Mesir menghormati keberadaan Universitas al-Azhar.
Sikap ulama alumni al-Madrasah al- Irsyadiah al- Diniyah dan al-Madrasah al-Shauliyah al-Diniyyah dalam menggerakkan restorasi dayah di Sagi XII Mukim, Sagi XXV Mukim dan Sagi XXVI Mukim merupakan pesan moral dari guru mereka. Kendatipun didapati alumnus kedua lembaga pendidikan ini melakukan pembaharuan sistim pendidikan Islam seperti Teungku Seikh Hasballah Inderapuri, itu atas kebijakan penanggung jawab Dayah Hasbiyah, Panglima Polem VIII Muhammad Daud Ia menginginkan pengisian perang proksi melawan Belanda di Sagi XXII Mukim alami bidang pendidikan melalui dayah terpadu. Namun di Sagi XXV Mukim dan XXVI Mukiim, pengisian perang proksi di bidang pendidiksn terpadu relatif sedikit.



